Rabu, 18 Maret 2015

Psikoterapi, Tujuan, Unsur

   PSIKOTERAPI, TUJUAN, UNSUR
A.      Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi memiliki arti yang sederhana, yaitu ‘psyche’ yang artinya jelas, yaitu ‘mind’ atau jiwa dan ‘therapy’ dari bahasa Yunani yang berarti ‘merawat’ atau ‘mengasuh’, sehingga psikoterapi bisa diartikan sebagai perawatan terhadap aspek kejiwaan.
Menurut Watson & Morse (1977), psikoterapi dirumuskan sebagai: bentuk dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada mana pasien memulai karena ia mencari bantuan psikologik dan terapismenyusuk interaksi dengan dasar psikologik untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan menyendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan tindakannya.
Menurut corsini (1989) psikoterapi sebagai proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari satu orang, tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (distress) pada salah satu dari kedua pihak karena ketidakmampuan atau malafungsi pada salah satu dari bidang-bidang berikut:
1. fungsi kognitif (kelainan pada fungsi berpikir),
2. fungsi afektif ( penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak menyenangkan) atau fungsi perilaku
 Menurut Proschaska & Norcross ( 2007) psikoterapi adalah proses yang digunakan profesional dibidang kesehatan mental untuk membantu mengenali, mendefinisikan, dan mengatasi kesulitan  interpersonal dan psikologis yang dihadapi individu dan meningkatkan penyesuaian diri mereka

Menurut Carl Gustav Jung pengertian psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi merupakan suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini digunakan untuk orang yang sehat atau pada mereka yang mempunyai hak atas kesehatan psikis yang penderitaannya menyiksa kita semua.

 Ada tiga ciri utama psikoterapi, yaitu: 

1.      segi proses       :   berupa interaksi antara dua pihak, formal, profesional, legal dan
                             menganut kode etik psikoterapi.
2.      segi tujuan       :   untuk mengubah kondisi psikologis seseorang, mengatasi masalah
                             psikologis atau meningkatkan potensi psikologis yang sudah ada.
3.      segi tindakan   :   seorang psikoterapis melakukan tindakan terapi berdasarkan ilmu
                             psikologi modern yang sudah teruji efektivitasnya.





Psikoterapi digambarkan oleh korchin (dalam Ardani, Rahayu, dan Sholichatun, 2007) sebagai penerapan teknik-teknik psikologi oleh seorang klinisi untuk mengakhiri pencarian perubahan kepribadian atau prilaku dari seorang clien

Frank (dalam Ardani, Rahayu, dan sholichatun, 2007) tentang psikoterapi adalah sebagai interaksi yang terencana antara seorang yang terlatih dan memiliki kewenangan social untuk melakukan terapi, dengan seorang yang menderita dengan tujuan untuk meringankan penderitaan si penderita melalui komunikasi simbolis khususnya kata-kata maupun aktifitas fisik.

Berdasarkan pada definisi-definisi tersebut, psikoterapi dapat disimpulan sebagai perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dimana seorang secara sengaja menciptakan proses formal dan hubungan profesional dengan pasien melalui interaksi yang terencana  antara dua orang atau lebih, dengan salah satu berposisi sebagai “penolong” (seorang yang terlatih dan memiliki kewenangan social untuk melakukan terapi) dan yang lainnya sebagai “yang ditolong”, atau dengan seorang yang menderita dengan tujuan perubahan, penyembuhan , menghilangkan, memperbaiki , mengubah atau menemukan  gejala-gejala yang ada (pola tingkah laku yang rusak), atau keadaan yang tidak menyenangkan atau distress pada salah satu dari kedua pihak karena adanya ketidakmampuan atau malfungsi pada salah satu fungsi (fungsi kognitif, afektif atau perilaku), melalui komunikasi simbolis khususnya kata-kata maupun aktifitas fisik dan Meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan kepribadian yang positif.


B.        Tujuan Psikoterapi

1.      Menghilangkan atau mengubah tingkah gejala penyakit mental
Menghilangkan gejala (symptoms) yang ada, tujuan utama penyembuhan ialah menyingkirkan penderitaan pasien dan menghilangkan kerusakan akibat negative yang disebabkan adanya gejala-gejala tersebut.
2.      Mengubah gejala yang ada
 Seringkali lingkungan tertentu menghalangi dan tidak sesuai dengan keinginan penyembuhan secara sempurna. Dalam keadaan tertentu penyembuhan tidak dapat dilaksanakan, karena motivasi yang tidak sesuai, lemahnya kepribadian pasien, terbatasnya waktu atau keuangan.
3.      Menurunkan gejala yang ada
 Ada beberapa bentuk penyakit emosional yang dapat berkembang pesat menuju kerusakan. Psikoterapi yang tepat sekalipun hanya mampu melayani untuk menghentikan, menurunkan atau memudarkan kembali proses kepesatannya, seperti pada tipe schizophrenia.
Efek mengembalikan atau menurunkan kepesatan kerusakan penyakit tersebut seringkali dapat menolong pasien untuk kembali mampu mengadakan kontak dengan realitas.



4.       Memperantai (perbaikan)
Memperbaiki tingkah laku yang rusak pada masa kini kita melihat kenyataan bahwa banyak permasalahan emosional dalam bidang pekerjaan, pendidikan, perkawinan, hubungan manusia, dan kehidupan kemasyarakatan. Hal ini merupakan rangsangan dan inspirasi untuk perluasan penggunaan psikoterapi dalam bidang psikologis, keguruan, pekerjaan social, agama, kepemimpinan, dan penegak hokum.
5.      Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang positif
Psikoterapi dapat digunakan sebagai alat untuk mematangkan kepribadian. Ini merupakan dimensi baru bagi psikoterapi. Pada satu pihak ia berhubungan dengan permasalahan kepribadian orang normal yang belum matang dan pada pihak lain ia menghadapi kesukaran karakterologi yang berhubungan dengan hambatan pertumbuhan yang memerlukan perawatan.
 Disini psikoterapi dapat membantu memecahkan rintangan yang menghambat perkembangan individu dan agar dapat mengembangkan atau mendewasakan dirinya secara kreatif, bermakna, lebih produktif dan bermanfaat dalam hubungan dengan orang lain.


C.        Unsur Psikoterapi

Pendekatan kesehatan jiwa yang integratif menjadi hal yang sangat penting  ketika harus bekerja bersama orang-orang dengan beragam latar belakang kebudayaan. James & Prilleltensky mengambil suatu pendekatan transdisiplin dalam menyediakan suatu kerangka pemahaman dan peningkatan kesehatan jiwa dalam konteks keberagaman budaya, antara lain:

Ø  Filosofis : Visi tentang kehidupan yang baik, orang yang baik, masyarakat yang baik. Agar dapat memahami bahwa nilai-nilai yang secara khusus membentuk sebuah konsep kesehatan mental, visi dari kehidupan dan masyarakat yang baik haruslah bisa diuji.

Seorang klien dapat ditanya apakah dia yakin terhadap gagasan liberal, individualisme dan determinasi diri; atau mereka cenderung menjunjung tinggi tradisi masyarakat dan perspektif kolektif. Seorang klien bisa jadi percaya bahwa “orang yang baik” tidak boleh menentang terapis yaitu seorang “pakar”,  sehingga dia tidak akan mau menyatakan bahwa bahwa terapi tersebut tidak ada berguna baginya. Pada budaya yang memandang suatu gangguan jiwa dengan stigma tinggi, “orang yang baik” mestinya tidaklah mencari bantuan kepada orang lain, apalagi ke rumah sakit. Suatu “keluarga yang baik” bisa jadi keluarga dimana masalah-masalah tidak didiskusikan secara terbuka, apalagi dengan orang lain, dan sudah tentu, dengan orang asing, misalnya terapis.

Ø  Kontekstual : persoalan-persoalan yang terjadi di daerah dimana masyarakat tertentu menetap/ tinggal. Keterlibatan ilmuwan social semakin tinggi apabila mereka berusaha untuk memahami kondisi sscial ekonomi, budaya dan politik dari suatu masyarakat dan bagaimana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka.


Ø  Norma sosial dan budaya : pada suatu waktu, masalah-masalah sosial hanya ditangani pada tingkat individu saja, dan tidak melibatkan masyarakat. Bantuan ditawarkan pada orang-orang yang mengalami penganiayaan atau kekerasan dalam bentuk terapi individu. Namun saat ini masalah sosial mulai ditangani dalam tingkat masyarakat. Contoh intervensi tingkat masyarakat misalnya intervensi komunitas untuk pencegahan kekerasan.

Ø  Norma Religi/agama : padangan tentang Penyelamatan Dari Penderitaan. Model pendekatan medis sendiri menyatakan bahwa penderitaan tidak ada artinya apa-apa. Namun pandangan religius percaya bahwa penderitaan akan menguatkan ikatan dengan sesama dan dengan Tuhan. Dalam kasus ini, penderitaan adalah kendaraan untuk berkomunikasi.

Ø  Norma moral : persepsi individu terhadap apa artinya menjadi “orang yang baik” dan “keluarga yang baik”.  Contohnya : dengan kerangka psikoanalisis, seorang yang baik adalah orang yang bisa mengutarakan perasaannya, asertif, mandiri dan penuh pemahaman. Sehingga dengan pendekatan tersebut, terapis sering menjadi frustasi dengan penolakan klien untuk mengisi kuesioner atau aktivitas terapeutik lainnya, dimana hal tersebut bisa saja disebabkan karena hambatan dalam hal bahasa atau perbedaan budaya.
Dalam menyediakan pelayanan untuk masyarakat dengan berbagai budaya, sangatlah penting untuk mempertimbangkan semua aspek dari komunikasi verbal dan non-verbal sehingga dapat menghindari kesalahpahaman dan konflik. Salah paham dapat terjadi bahkan pada orang yang mempunyai bahasa yang sama.

Kita hanya menjadi sadar kalau terjadi kesalah pahaman. Misalnya :

ü  Ruang : berdiri dalam jarak terlalu dekat bisa membuat orang lain tidak nyaman dan merasa adanya agresivitas atau keintiman (tergantung situasinya). Berdiri terlalu jauh bisa menunjukkan ketidakpedulian.

ü  Sentuhan : suku-suku tertentu lebih “gemar bersentuhan” dibanding yang lain. Sehingga sentuhan bisa dipahami sebagai cara membuat suatu hubungan yang baik atau justru mengakibatkan adanya rasa tidak nyaman dan reaksi negatif.

ü  Berjabat tangan : jabat tangan yang erat menandakan adanya ketulusan atau kejujuran namun bisa jadi suatu tanda agresivitas. Jabat tangan yang lembut bisa dipahami sebagai sikap tubuh yang yang damai, tapi juga bisa menunjukkan kurangnya komitmen atau minat. Dalam beberapa budaya, bersalaman dengan jenis kelamin lain tidak diterima.

ü  Diam : Individu yang berasal dari budaya tertentu cenderung merasa tidak nyaman ketika kelompoknya diam. Namun dalam budaya lain, perilaku tersebut diterima dan bahkan menunjukkan kemampuan refleksi diri serta menghormati orang lain. Dalam budaya seperti ini, orang yang tidak bisa diam/banyak bicara dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun.


ü  Kontak mata : membuat suatu kontak mata bisa menunjukkan adanya suatu kejujuran atau minat. Namun dalam budaya tertentu menghindari kontak mata justru menjadi tanda bahwa orang tersebut menghormati lawan bicaranya.

ü  Senyum dan tawa : senyum dan tawa dapat dimaknai secara berbeda. Bisa menjadi tanda kebahagiaan dan kesenangan, terkejut, malu, marah, kebingungan, permintaan maaf, atau bahkan kesedihan. Hal tersebut tergantung pada budaya masing-masing.

ü  Bahasa tubuh dengan tangan, lengan dan kaki : bahasa tubuh mempunyai makna yang berbeda-beda. Berkacak pinggang bisa berarti posisi siap untuk mempertahankan diri; tangan yang masuk saku atau menunjuk dengan jari telunjuk bisa dianggap tidak sopan; menunjukkan telapak kaki atau sepatu bisa dianggap penghinaan.

Aliansi Nasional untuk Gangguan Jiwa (NAMI/ National Alliance for Mental Illness) menyarankan adanya langkah-langkah di bawah ini untuk merangkul berbagai budaya yang beragam dalam tujuan untuk menjamin adanya suatu akses yang  setara untuk pendidikan dan pengobatan.
*      Mengidentifikasi kelompok sasaran : bila kelompok sudah diidentifikasi, segeralah belajar mengenai karakteristik dan sejarah kelompok tersebut. Menyelenggarakan riset terhadap keyakinan kelompok tersebut mengenai gangguan jiwa sangatlah berguna.

*      Mengindentifikasi pemimpin atau tokoh masyarakat setempat : Lakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat dan ajaklah untuk berperan / menjadi partner dapat menggambarkan kebutuhan masyarakat setempat dan sekaligus merangkul masyarakat. Karena keberadaan mereka sangat dihormati masyarakat, mereka akan bisa memfasilitasi akses, kepercayaan, dan perhatian dari masyarakat terhadap program Anda.

*      Mengidentifikasi organisasi masyarakat yang sudah ada : bekerja sama dengan organisasi masyarakat yang besar bisa menjadikan suatu kekuatan terpadu yang dapat meningkatkan kemungkinan menjangkau masyarakat yang lebih luas.

*      Memutuskan fokus utama dari aktivitas : Dalam menunjukkan suatu aktivitas, kita bisa dibantu dengan beberapa metode, misalnya pamflet dan buklet dengan bahasa setempat, membentuk support group yang spesifik dalam masyarakat, meningkatkan adanya anggota yang beragam, dan pendekatan terhadap instansi pemerintah untuk meningkatkan pendanaan untuk pelayanan kesehatan jiwa untuk masyarakat yang spesifik.

*      Penyebaran dan publisitas : bekerja dengan organisasi masyarakat, misalnya organisasi agama, kesukuan, sekolah, remaja klinik atau organisasi lainnya. Buatlah kan sebuah konferensi press, pengumuman adanya pelayanan, atau artikel di koran dan tekankan pada adanya kerja atau pelayanan yang sesuai dengan budaya setempat.

Sumber:
Gunarsa, S.D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
Dadang Hawari, Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, (Jakarta: FKUI, 2002).

Emha Ainun Najib, Intisari (Mind. Body and Soul), (Jakarta: PT. Intisari Mediatama, 2005
http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter/06110168-mahmudi.pdf
http://kk.mercubuana.ac.id/files/61034-8-243521543026.doc



Tidak ada komentar:

Posting Komentar