PSIKOTERAPI, TUJUAN,
UNSUR
A. Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi memiliki arti
yang sederhana, yaitu ‘psyche’ yang artinya jelas, yaitu ‘mind’ atau jiwa
dan ‘therapy’
dari bahasa Yunani yang berarti ‘merawat’
atau ‘mengasuh’, sehingga psikoterapi bisa diartikan sebagai perawatan
terhadap aspek kejiwaan.
Menurut Watson & Morse (1977), psikoterapi dirumuskan sebagai:
bentuk dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada mana pasien
memulai karena ia mencari bantuan psikologik dan terapismenyusuk interaksi
dengan dasar psikologik untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan
menyendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan
tindakannya.
Menurut corsini (1989) psikoterapi sebagai
proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri
dari satu orang, tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada
setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan
(distress) pada salah satu dari kedua pihak karena ketidakmampuan atau
malafungsi pada salah satu dari bidang-bidang berikut:
1. fungsi kognitif (kelainan pada fungsi berpikir),
2. fungsi afektif ( penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak menyenangkan) atau fungsi perilaku
1. fungsi kognitif (kelainan pada fungsi berpikir),
2. fungsi afektif ( penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak menyenangkan) atau fungsi perilaku
Menurut Proschaska
& Norcross ( 2007) psikoterapi adalah proses yang digunakan profesional
dibidang kesehatan mental untuk membantu mengenali, mendefinisikan, dan
mengatasi kesulitan interpersonal dan
psikologis yang dihadapi individu dan meningkatkan penyesuaian diri mereka
Menurut Carl
Gustav Jung pengertian psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi
merupakan suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini digunakan untuk
orang yang sehat atau pada mereka yang mempunyai hak atas kesehatan psikis yang
penderitaannya menyiksa kita semua.
Ada tiga ciri utama psikoterapi,
yaitu:
1.
segi proses : berupa interaksi antara dua pihak, formal,
profesional, legal dan
menganut kode etik psikoterapi.
menganut kode etik psikoterapi.
2.
segi tujuan : untuk
mengubah kondisi psikologis seseorang, mengatasi masalah
psikologis atau meningkatkan potensi psikologis yang sudah ada.
psikologis atau meningkatkan potensi psikologis yang sudah ada.
3.
segi tindakan : seorang psikoterapis melakukan tindakan terapi
berdasarkan ilmu
psikologi modern yang sudah teruji efektivitasnya.
psikologi modern yang sudah teruji efektivitasnya.
Psikoterapi
digambarkan oleh korchin (dalam Ardani, Rahayu, dan Sholichatun, 2007) sebagai
penerapan teknik-teknik psikologi oleh seorang klinisi untuk mengakhiri
pencarian perubahan kepribadian atau prilaku dari seorang clien
Frank
(dalam Ardani, Rahayu, dan sholichatun, 2007) tentang psikoterapi adalah
sebagai interaksi yang terencana antara seorang yang terlatih dan memiliki
kewenangan social untuk melakukan terapi, dengan seorang yang menderita dengan
tujuan untuk meringankan penderitaan si penderita melalui komunikasi simbolis
khususnya kata-kata maupun aktifitas fisik.
Berdasarkan
pada definisi-definisi tersebut, psikoterapi dapat disimpulan sebagai perawatan
dengan menggunakan alat-alat psikologis terhadap permasalahan yang berasal dari
kehidupan emosional dimana seorang secara sengaja menciptakan proses formal dan
hubungan profesional dengan pasien melalui interaksi yang terencana antara dua orang atau lebih, dengan salah
satu berposisi sebagai “penolong” (seorang yang terlatih dan memiliki
kewenangan social untuk melakukan terapi) dan yang lainnya sebagai “yang
ditolong”, atau dengan seorang yang menderita dengan tujuan perubahan,
penyembuhan , menghilangkan, memperbaiki , mengubah atau menemukan gejala-gejala yang ada (pola tingkah laku
yang rusak), atau keadaan yang tidak menyenangkan atau distress pada salah satu
dari kedua pihak karena adanya ketidakmampuan atau malfungsi pada salah satu
fungsi (fungsi kognitif, afektif atau perilaku), melalui komunikasi simbolis
khususnya kata-kata maupun aktifitas fisik dan Meningkatkan pertumbuhan serta
perkembangan kepribadian yang positif.
B.
Tujuan Psikoterapi
1.
Menghilangkan atau mengubah tingkah
gejala penyakit mental
Menghilangkan
gejala (symptoms) yang ada, tujuan utama penyembuhan ialah menyingkirkan
penderitaan pasien dan menghilangkan kerusakan akibat negative yang disebabkan
adanya gejala-gejala tersebut.
2.
Mengubah gejala yang ada
Seringkali lingkungan tertentu menghalangi dan
tidak sesuai dengan keinginan penyembuhan secara sempurna. Dalam keadaan
tertentu penyembuhan tidak dapat dilaksanakan, karena motivasi yang tidak
sesuai, lemahnya kepribadian pasien, terbatasnya waktu atau keuangan.
3.
Menurunkan gejala yang ada
Ada beberapa bentuk penyakit emosional yang
dapat berkembang pesat menuju kerusakan. Psikoterapi yang tepat sekalipun hanya
mampu melayani untuk menghentikan, menurunkan atau memudarkan kembali proses
kepesatannya, seperti pada tipe schizophrenia.
Efek
mengembalikan atau menurunkan kepesatan kerusakan penyakit tersebut seringkali
dapat menolong pasien untuk kembali mampu mengadakan kontak dengan realitas.
4.
Memperantai (perbaikan)
Memperbaiki
tingkah laku yang rusak pada masa kini kita melihat kenyataan bahwa banyak
permasalahan emosional dalam bidang pekerjaan, pendidikan, perkawinan, hubungan
manusia, dan kehidupan kemasyarakatan. Hal ini merupakan rangsangan dan inspirasi
untuk perluasan penggunaan psikoterapi dalam bidang psikologis, keguruan,
pekerjaan social, agama, kepemimpinan, dan penegak hokum.
5.
Meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian yang positif
Psikoterapi
dapat digunakan sebagai alat untuk mematangkan kepribadian. Ini merupakan
dimensi baru bagi psikoterapi. Pada satu pihak ia berhubungan dengan
permasalahan kepribadian orang normal yang belum matang dan pada pihak lain ia
menghadapi kesukaran karakterologi yang berhubungan dengan hambatan pertumbuhan
yang memerlukan perawatan.
Disini psikoterapi dapat membantu memecahkan
rintangan yang menghambat perkembangan individu dan agar dapat mengembangkan
atau mendewasakan dirinya secara kreatif, bermakna, lebih produktif dan
bermanfaat dalam hubungan dengan orang lain.
C.
Unsur Psikoterapi
Pendekatan
kesehatan jiwa yang integratif menjadi hal yang sangat penting ketika harus bekerja bersama orang-orang
dengan beragam latar belakang kebudayaan. James & Prilleltensky mengambil
suatu pendekatan transdisiplin dalam menyediakan suatu kerangka pemahaman dan
peningkatan kesehatan jiwa dalam konteks keberagaman budaya, antara lain:
Ø Filosofis
: Visi tentang kehidupan yang baik, orang yang baik, masyarakat yang baik. Agar
dapat memahami bahwa nilai-nilai yang secara khusus membentuk sebuah konsep
kesehatan mental, visi dari kehidupan dan masyarakat yang baik haruslah bisa
diuji.
Seorang
klien dapat ditanya apakah dia yakin terhadap gagasan liberal, individualisme
dan determinasi diri; atau mereka cenderung menjunjung tinggi tradisi
masyarakat dan perspektif kolektif. Seorang klien bisa jadi percaya bahwa
“orang yang baik” tidak boleh menentang terapis yaitu seorang “pakar”, sehingga dia tidak akan mau menyatakan bahwa
bahwa terapi tersebut tidak ada berguna baginya. Pada budaya yang memandang
suatu gangguan jiwa dengan stigma tinggi, “orang yang baik” mestinya tidaklah
mencari bantuan kepada orang lain, apalagi ke rumah sakit. Suatu “keluarga yang
baik” bisa jadi keluarga dimana masalah-masalah tidak didiskusikan secara
terbuka, apalagi dengan orang lain, dan sudah tentu, dengan orang asing,
misalnya terapis.
Ø Kontekstual
: persoalan-persoalan yang terjadi di daerah dimana masyarakat tertentu
menetap/ tinggal. Keterlibatan ilmuwan social semakin tinggi apabila mereka
berusaha untuk memahami kondisi sscial ekonomi, budaya dan politik dari suatu
masyarakat dan bagaimana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kesehatan
jiwa mereka.
Ø Norma
sosial dan budaya : pada suatu waktu, masalah-masalah sosial hanya ditangani
pada tingkat individu saja, dan tidak melibatkan masyarakat. Bantuan ditawarkan
pada orang-orang yang mengalami penganiayaan atau kekerasan dalam bentuk terapi
individu. Namun saat ini masalah sosial mulai ditangani dalam tingkat
masyarakat. Contoh intervensi tingkat masyarakat misalnya intervensi komunitas
untuk pencegahan kekerasan.
Ø Norma
Religi/agama : padangan tentang Penyelamatan Dari Penderitaan. Model pendekatan
medis sendiri menyatakan bahwa penderitaan tidak ada artinya apa-apa. Namun
pandangan religius percaya bahwa penderitaan akan menguatkan ikatan dengan
sesama dan dengan Tuhan. Dalam kasus ini, penderitaan adalah kendaraan untuk
berkomunikasi.
Ø Norma
moral : persepsi individu terhadap apa artinya menjadi “orang yang baik” dan
“keluarga yang baik”. Contohnya : dengan
kerangka psikoanalisis, seorang yang baik adalah orang yang bisa mengutarakan
perasaannya, asertif, mandiri dan penuh pemahaman. Sehingga dengan pendekatan
tersebut, terapis sering menjadi frustasi dengan penolakan klien untuk mengisi
kuesioner atau aktivitas terapeutik lainnya, dimana hal tersebut bisa saja
disebabkan karena hambatan dalam hal bahasa atau perbedaan budaya.
Dalam
menyediakan pelayanan untuk masyarakat dengan berbagai budaya, sangatlah
penting untuk mempertimbangkan semua aspek dari komunikasi verbal dan
non-verbal sehingga dapat menghindari kesalahpahaman dan konflik. Salah paham
dapat terjadi bahkan pada orang yang mempunyai bahasa yang sama.
Kita
hanya menjadi sadar kalau terjadi kesalah pahaman. Misalnya :
ü Ruang
: berdiri dalam jarak terlalu dekat bisa membuat orang lain tidak nyaman dan
merasa adanya agresivitas atau keintiman (tergantung situasinya). Berdiri
terlalu jauh bisa menunjukkan ketidakpedulian.
ü Sentuhan
: suku-suku tertentu lebih “gemar bersentuhan” dibanding yang lain. Sehingga
sentuhan bisa dipahami sebagai cara membuat suatu hubungan yang baik atau
justru mengakibatkan adanya rasa tidak nyaman dan reaksi negatif.
ü Berjabat
tangan : jabat tangan yang erat menandakan adanya ketulusan atau kejujuran
namun bisa jadi suatu tanda agresivitas. Jabat tangan yang lembut bisa dipahami
sebagai sikap tubuh yang yang damai, tapi juga bisa menunjukkan kurangnya
komitmen atau minat. Dalam beberapa budaya, bersalaman dengan jenis kelamin
lain tidak diterima.
ü Diam
: Individu yang berasal dari budaya tertentu cenderung merasa tidak nyaman
ketika kelompoknya diam. Namun dalam budaya lain, perilaku tersebut diterima
dan bahkan menunjukkan kemampuan refleksi diri serta menghormati orang lain.
Dalam budaya seperti ini, orang yang tidak bisa diam/banyak bicara dianggap
sebagai orang yang tidak tahu sopan santun.
ü Kontak
mata : membuat suatu kontak mata bisa menunjukkan adanya suatu kejujuran atau
minat. Namun dalam budaya tertentu menghindari kontak mata justru menjadi tanda
bahwa orang tersebut menghormati lawan bicaranya.
ü Senyum
dan tawa : senyum dan tawa dapat dimaknai secara berbeda. Bisa menjadi tanda
kebahagiaan dan kesenangan, terkejut, malu, marah, kebingungan, permintaan
maaf, atau bahkan kesedihan. Hal tersebut tergantung pada budaya masing-masing.
ü Bahasa
tubuh dengan tangan, lengan dan kaki : bahasa tubuh mempunyai makna yang
berbeda-beda. Berkacak pinggang bisa berarti posisi siap untuk mempertahankan
diri; tangan yang masuk saku atau menunjuk dengan jari telunjuk bisa dianggap
tidak sopan; menunjukkan telapak kaki atau sepatu bisa dianggap penghinaan.
Aliansi Nasional untuk Gangguan
Jiwa (NAMI/ National Alliance for Mental Illness) menyarankan
adanya langkah-langkah di bawah ini untuk merangkul berbagai budaya yang
beragam dalam tujuan untuk menjamin adanya suatu akses yang setara untuk pendidikan dan pengobatan.
Mengidentifikasi
kelompok sasaran : bila kelompok sudah diidentifikasi,
segeralah belajar mengenai karakteristik dan sejarah kelompok tersebut.
Menyelenggarakan riset terhadap keyakinan kelompok tersebut mengenai gangguan
jiwa sangatlah berguna.
Mengindentifikasi
pemimpin atau tokoh masyarakat setempat : Lakukan pendekatan
terhadap tokoh masyarakat dan ajaklah untuk berperan / menjadi partner dapat
menggambarkan kebutuhan masyarakat setempat dan sekaligus merangkul masyarakat.
Karena keberadaan mereka sangat dihormati masyarakat, mereka akan bisa
memfasilitasi akses, kepercayaan, dan perhatian dari masyarakat terhadap
program Anda.
Mengidentifikasi
organisasi masyarakat yang sudah ada : bekerja sama
dengan organisasi masyarakat yang besar bisa menjadikan suatu kekuatan terpadu
yang dapat meningkatkan kemungkinan menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Memutuskan
fokus utama dari aktivitas : Dalam menunjukkan suatu
aktivitas, kita bisa dibantu dengan beberapa metode, misalnya pamflet dan
buklet dengan bahasa setempat, membentuk support group yang spesifik dalam
masyarakat, meningkatkan adanya anggota yang beragam, dan pendekatan terhadap
instansi pemerintah untuk meningkatkan pendanaan untuk pelayanan kesehatan jiwa
untuk masyarakat yang spesifik.
Penyebaran
dan publisitas : bekerja dengan organisasi masyarakat,
misalnya organisasi agama, kesukuan, sekolah, remaja klinik atau organisasi
lainnya. Buatlah kan sebuah konferensi press, pengumuman adanya pelayanan, atau
artikel di koran dan tekankan pada adanya kerja atau pelayanan yang sesuai
dengan budaya setempat.
Sumber:
Gunarsa, S.D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta:
Gunung Mulia.
Dadang Hawari, Dimensi Religi
dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, (Jakarta: FKUI, 2002).
Emha Ainun Najib, Intisari (Mind. Body and Soul), (Jakarta: PT.
Intisari Mediatama, 2005
http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter/06110168-mahmudi.pdf
http://kk.mercubuana.ac.id/files/61034-8-243521543026.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar