Senin, 20 April 2015

Konsep dan Teori Kepribadian Menurut Rogers

Konsep dan Teori Kepribadian Menurut Rogers
Rogers tidak menggambarkan perkembangan individu dalam tahapan tertentu seperti laiknya Erikson dan beberapa psikolog kepribadian lainnya. Rogers lebih mengarahkan teorinya untuk membingkai perkembangan kepribadian melalui mekanisme-mekanisme yang dapat berlaku secara universal. Kelemahan dari perspektif ini adalah kesulitan untuk menerapkannya pada situasi umur yang berbeda, seperti pada usia anak-anak di mana perkembangan kognitif belum seperti usia dewasa.
Catatan penting pada teori kepribadian rogers adalah self terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang unik pada setiap individu. Pengalaman tersebut, selanjutnya, dipersepsi menjadi bagian-bagian yang disimbolisasikan menjadi konsep utuh self atau kepribadian. Pengalaman dipahami menjadi nilai-nilai yang kemudian membentuk self. Karena itu struktur self pada setiap orang dapat berubah dan berkembang sesuai dengan situasi dan ragam pengalaman yang ditemui atau dirasakan.
Evaluasi adalah proses yang sangat mungkin terjadi pada struktur self. Rogers menggarisbawahi bahwa evaluasi hanya dapat dilakukan apabila self tidak merasa terancam.  Evaluasi terjadi apabila individu merasa bahwa pengalaman tertentu tidak sesuai dengan konsep self yang aktual.

Konsep teori tentang kepribadian Rogers (Rogers dalam Corsini, 2011) mengacu pada sembilanbelas pokok pikiran tentang kepribadian, yaitu:
1.      Semua individu (organisme) berada di dunia pengalaman yang terus berubah. Pada konteks tersebut, individu tersebut adalah pusat perubahan.
2.      Individu atau organisme bereaksi terhadap perubahan fenomena sebagaimana hal tersebut dirasakan atau dipersepsikan. Fenomena yang dipersepsikan tersebut adalah realitas bagi individu.
3.      Organisme bereaksi sebagai satu unit yang utuh terhadap bidang fenomena.
4.      Individu memiliki kecenderungan dan upaya untuk mengaktualisasikan, menjaga dan memelihara status sebagai organisme yang terus memberikan makna atas pengalaman.
5.      Beberapa bagian dari keseluruhan ruang yang dipersepsi secara bertahap akan dipisahkan dan menjadi sesuatu yang disebut diri (self).
6.      Sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan –dan lingkungan sebagiannya adalah hasil interaksi dengan individu lain– self terbentuk, cair tapi konsisten pada persepsi tentang karakteristik  dan hubungan antara aku (I sebagai subyek) dan aku lian (me sebagai obyek) bersama dengan pelbagai nilai yang terselip pada konsep-konsep tersebut.
7.      Sudut pandang terbaik untuk memahami kepribadian subyek tertentu mengacu pada kerangka yang mengacu langsung kepada individu.
8.      Perilaku secara prinsipil merupakan upaya yang diarahkan untuk memenuhi pelbagai kebutuhan sebagai sesuatu yang dialami pada ruang pengalaman langsung yang dipersepsi.
9.      Emosi menyertai dan memfasilitasi tujuan yang mengarahkan perilaku. Sementara bentuk emosi berhubungan dengan jenis perilaku yang dianggap berpengaruh untuk mempertahankan keberadaan individu.
10.  Nilai melekat pada pengalaman, sementara nilai menjadi bagian langsung dari struktur diri (self) dan nilai-nilai yang merupakan bagian dari struktur diri.
11.  Pengalaman yang terjadi dalam kehidupan individu beroperasi dengan cara: a) disimbolkan, dirasakan dan disusun dalam beberapa hubungan langsung dengan diri; b) diabaikan karena tidak ada hubungan yang dirasakan secara langsung  pada struktur diri (self); dan c) indvidu menolak simbolisasi pengalaman karena tidak konsisten dengan struktur diri (self) tersebut.
12.  Hampir seluruh model perilaku yang diterima oleh individu adalah bentuk yang sesuai dan konsisten dengan konsep diri.
13.  Perilaku dapat disebabkan oleh pengalaman organik dan kebutuhan yang belum disimbolisasikan pada self. 
14.  Penyesuaian psikologis  terjadi apabila ketika konsep diri,  seperti pengalaman viseral dan sensorik berasimilasi pada tingkat simbolis ke dalam hubungan yang konsisten dengan konsep diri pada individu.
15.  Kegagalan menyesuaikan diri secara psikologis ada terjadi apabila individu menyangkal pengalaman sensoris dan viseral. Akibatnya pengalaman tersebut tidak tersimbolisasikan and tertata pada struktur kepribadian. Situasi ini menyebabkan ketegangan atau potensi ketegangan psikologis.
16.  Pelbagai pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur kepribadian individu dinilai sebagai ancaman. Sikap ini dimunculkan untuk mempertahankan situasi kepribadian atau self itu sendiri.
17.  Self, pada situasi tertentu akan mengevaluasi pengalaman yang tidak konsisten dengan struktur kepribadian. Penilaian terhadap pengalaman tersebut akan direvisi. Hal ini terjadi apabila pengalaman yang tidak sesuai tersebut muncul dengan tidak menimbulkan ancaman atas struktur self itu sendiri.
18.  Ketika pengalaman sensoris tertentu diterima dan dipersepsi lalu disatukan ke dalam satuan sistem kepribadian, maka kecenderungan lain yang muncul adalah self akan lebih memahami keberadaan sesuatu yang lian dan memahami keberadaan individu lain sebagai yang terpisah dari dirinya.
19.  Karena individu memiliki sistem untuk mempersepsi dan menerima pelbagai pengalaman ke dalam struktur kepribadian, maka ia akan menyadari telah mengganti atau memperbaharui nilai-nilai terkini. Perubahan tersebut secara intensif mengacu pada  kecenderungan introyeksi yang telah disimbolisasikan secara terdistorsi atau tersesuaikan melalui sebuah proses penilaian yang berkelanjutan pada individu.
Rogers memiliki konsep kepribadian individu yang secara utuh berfungsi (fully functioning person). Konsep ini akan dijelaskan pada bagian tujuan terapi menurut Rogers.
Munculnya Psikopatologi
Istilah kegagalan penyesuaian (maladjustment) menjadi istilah penting dalam pemikiran Rogers menyangkut perkembangan psikopatologi. Istilah ini berlawanan dengan istilah lain, yaitu individu yang berfungsi secara utuh (fully functioning person). Ketidaksesuaian konsep diri dan tindakan menyebabkan individu mengalami hambatan tertentu untuk mengekspresikan dirinya atau sesuatu yang berkaitan langsung dengan medan fenomena. Hal ini menyulitkan individu dalam proses kontak langsung terhadap medan fenomena selanjutnya.Maladjusment juga menyebabkan ketegangan berlangsung secara terus menerus selama ketidaksesuaian tersebut masih terjadi dalam hubungan self dengan medan fenomena.
Istilah ini menunjukkan situasi individu yang bertindak tidak sesuai dengan konsep diri atau struktur kepribadian itu sendiri. Pengalaman –yang dijalani– menjadi sesuatu yang bertolak belakang dengan situasi kepribadian. Situasi inkongruen memaksa individu untuk bertindak sesuai dengan potensi atau sistem yang dimiliki. Pertentangan antara struktur kepribadian atau diri (self) selanjutnya menimbulkan ketegangan bagi pribadi tersebut.
 Tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai dan persepsi yang menjadi struktur self menimbulkan kecemasan yang lebih lanjut menimbulkan persoalan lain. Inkongruensi menimbulkan sikap bertahan yang membuat individu semakin sulit menerima hal-hal baru akibat karut-marutnya hubungan antara struktur kepribadian dan bentuk-bentuk tindakan.
Inkongruensi adalah konsekuensi dari dua bentuk tindakan dalam proses mempersepsi, yaitu mendistorsi dan menyangkal. Mendistorsi berarti kesalahan mempersepsi sesuatu untuk dapat diterima sebagai sebuah konsep makna dalam self. Distorsi dapat terjadi akibat penghayatan yang parsial atau tidak utuh pada pengalaman-pengalaman langsung pada medan fenomena. Self yang terbentuk dari informasi yang tidak lengkap atau salah dipahami akibat distorsi tidak akan terbentuk secara utuh pula. Berbeda dengan distorsi, penolakan berarti individu meniadakan pengalaman tertentu dari medan fenomena. Pada tataran koseptulisasi, penolakan dilakukan dalam bentuk pengingkaran atau tindakan tidak melibatkan pengalaman tertentu untuk turut dikonseptualisasi atau disimbolisasi ke dalam self. Pengingkaran menjadikan pengalaman self menjadi tidak utuh. Pemahaman yang tidak utuh ini menimbulkan masalah baru ketika self menemukan fenomena serupa –sehingga tidak memiliki referensi tindakan– atau ketika self membutuhkan sekuel pengalaman tersebut untuk mengambil keputusan terkait dengan hal lain yang berkaitan.
Ketidakselarasan menimbulkan dua kemungkinan, yaitu kecemasan dan tindakan bertahan. Kecemasan timbul karena adanya perbedaaan antara konsep self dengan tindakan dalam upaya untuk menyesuaikan sesuatu denga. n medan fenomena. Sementara tindakan bertahan menyebabkan self tidak memiliki respon yang baik atas perubahan-perubahan pada medan fenomena yang kemudian menghasilkan ketegangan lain.Kecemasan terus menerus dapat dinilai kemudian menjadi adanya ancaman. Pada situasi inkongruen, self bisa saja mengganti konsep kongruensi menjadi konsep yang baru. Penggantian ini akan menjadikan self memiliki masalah yang baru, mengingat pembentukan konsep tersebut dilakukan dalam situasi ketidakselarasan. Semakin akutnya situasi inkongruensi pada self semakin situasi self itu sendiri. Self kemudian semakin merasa berjarak, tidak dapat merasakan secara utuh sebuah pengalaman akibat terbatasnya penolakan. Pertemuan dengan medan fenomena yang serupa tidak dapat diselesaikan oleh self akibat minimnya acuan penyelesaian masalah.
Tujuan Terapi
Tujuan terapi dalam konsep Rogers adalah membentuk individu yang secara utuh berfungsi (fully functioning person). Definisi fully functioning person adalah orang yang mampu mengalami secara utuh hal yang dirasakan dan mempersilakan kesadaran mengiringi secara bebas hal-hal yang dialami.
Rogers (1961) menilai beberapa corak penting individu yang berfungsi secara penuh, yaitu:
a). Memiliki sikap terbuka pada pengalaman. Individu pada taraf ini menjauhkan diri dari tindakan menghindari atau bertahan atas pelbagai hal yang terjadi dan berkembang.
b). Kehidupan eksistensial yang tumbuh kembang. Taraf ini mendorong individu untuk tidak melakukan distorsi atau pengingkaran atas elemen-elemen medan fenomena. Situasi ini lebih memudahkan individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
c). Pertumbuhan kepercayaan terhadap diri dan pribadi. Taraf ini membuat individu memiliki kemampuan untuk menentukan tindakan-tindakan yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi kepribadiannya sehingga tidak menimbulkan inkongruensi.
d). Kebebasan memilih. Kekebasan memilih membuat individu terbebas dari hal-hal yang berpotensi menekan atau menghalangi self untuk tumbuh, menyesuaikan diri atau berkembang.
e). Munculnya kreativitas
Kreativitas menandai bahwa individu telah mampu menyesuaikan diri dengan  bebas terhadap medan fenomena. Hal ini membuat individu merasa bebas tanpa harus merasa terhalangi dengan situasi bertahan atau situasi yang mengancam. Kreativitas membuat individu lebih mudah melakukan tindakan yang tepat sesuai dengan struktur kepribadian.

f). Sikap konstruktif. Sikap ini bersungsi sebagai salah satu penghubung antara self dengan medan fenomena. Hal ini memudahkan self untuk membangun sikap-sikap yang penting dan sesuai dengan medan fenomena yang terjadi pada setiap kehidupan.
g). Kehidupan yang utuh. Kehidupan yang penuh berarti penerimaan atas medan fenomena secara penuh pula baik untuk aspek-aspek yang mudah diterima (kegembiraan dan keselarasan) atau hal-hal yang tidak mudah diterima (kesedihan dan kesusahan). Kedua aspek tersebut dianggap sebagai bagian utuh yang dijalani dalam proses hidup tanpa adanya ketertekanan. Penerimaan ini muncul dari sikap terbuka yang menerima apa adanya medan fenomena dan menyikapinya secara tepat agar tidak menimbulkan ketegangan atau persoalan eksistensial yang mendorong munculnya kecemasan.
Proses Psikoterapi
Proses terapi dalam konsep Client Centered Therapy (CCT) Carl Rogers langsung beranjak dari upaya terapis untuk memahami situasi yang melekat pada klien dengan cara atau pendekatan yang diinginkan oleh klien tersebut sendiri. Hal tersebut menjadi penting, mengingat terapis tidak hanya perlu berempati terhadap hal yang disampaikan oleh klien, tetapi juga menyangkut cara klien untuk menyampaikannya kepada terapis.Sebagai fasilitator, proses penting dari CCT adalah menghubungkan pelbagai pengalaman dan perasaan agar secara utuh dirasakan dan dipahami oleh klien. Pelbagai pengalaman dan perasaan terkait, dihubungkan satu dengan yang lain untuk menemukan titik temu antar persoalan tersebut.
Penyelesaian persoalan tetap berada pada klien sebagai sumbu utamanya. Artinya, terapis juga berfungsi menjadi fasilitator yang menggali pelbagai kemungkinan dalam diri klien untuk menemukan solusi bagi situasinya yang sesuai dengan kepribadian dan situasi aktual atau medan fenomena yang dihadapi oleh klien. Rogers memberikan catatan bahwa semua pengalaman tidak sepenuhnya dialami (the past experience has never been completely experienced), karena itu salah satu tugas terapis adalah mendorong agar klien menemukan potongan pengalaman yang terdistorsi atau teringkari (denied) yang menimbulkan inkongruensi dan berujung pada kecemasan atau persoalan psikologis.
Prinsip dasar terapi dengan tanpa mengarahan (nondirective therapy) mengharuskan terapis menggali pengalaman klien secara utuh yang memungkinkan klien turut menemukan pemecahan atas persoalan atau sesuatu yang menghambat dan menjadi persoalan pada diri klien. Proses ini membutuhkan penuhnya perhatian dan penghormatan terapis pada situasi, kepribadian dan pengalaman klien tersebut. Klien menurut Rogers memiliki independensi untuk menemukan cara dan metode untuk menyelesaikan persoalannya sesuai dengan kenyamanan –yang mengacu pada konsep kepribadian klien sendiri.
Peran Terapis Menurut Rogers
Terapis dalam CCT tidak berfungsi sebagai orang yang menyelesaikan persoalan klien. Prinsip dasar psikoterapi Rogers yang menyebutkan individu adalah yang berdaya dan berkemampuan menyelesaikan persoalannya sendiri menempatkan terapis sebagai fasilitator bagi klien. Dalam hal ini, terapi berfungsi untuk menghubungkan pelbagai pengalaman klien, membangun pemahaman yang utuh, serta mendorong klien menemukan keselarasan (kongruensi) dengan mengacu pada kenyamanan –self structure– klien. Terapis bertugas untuk menciptakan situasi dan kehendak terapeutik bagi klien sehingga dapat menemukan tindakan yang paling tepat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Karena itu, fungsi terapis perlu selaras dengan prinsip terapi yang dikemukakan oleh rogers, yaitu:
a). Pemahaman secara empatik atas situasi klien
b). Penghargaan tanpa syarat
c). Keselarasan atau kongruensi
d). Adanya iklim terapeutik yang diutamakan dalam situasi terapi
Kualifikasi dan Keterampilan Terapis
Penerapan terapi CCT setidaknya membutuhkan tiga aspek penting pada terapis yang menangani subyek terapi, yaitu:
a). Empati
Empati harus dibedakan sebelumnya dengan  simpati. Empati mengacu pada pengalaman dan pemaknaan –apa yang dirasakan– langsung dari subyek yang mengalami. Terapis tidak mencapur pengalaman subyek dengan persepsi pribadinya yang memiliki pengalaman sejenis atau berbeda. Sikap empati menempatkan terapis dalam situasi yang alami untuk memahami situasi klien. Kemampuan ini juga mengharuskan terapis memeriksa apakah pemahamannya sesuai dengan pemahaman yang dimiliki oleh klien. Empati adalah situasi alamiah yang mengalir mengacu pada klien, dan bukan dalam bentuk refleksi yang mekanis atau mekanisme berkaca antara terapis dan klien.
b) Peduli
Sikap ini ditandai dengan penghargaan tak bersyarat terhadap klien. Terapis menghargai dengan pendekatan yang hangat, mengalir dan tanpa syarat atas otentitas klien sebagai individu yang memiliki keunikan pengalaman dan perasaan.
c). Otentitas
Maksud dari otentitas adalah kemampuan daan kesesuaian terapis untuk menghubungkan pengalaman-pengalaman klien secara utuh dengan mengacu pada klien. Tindakan ini tidak justeru tidak menggunakan pendekatan yang berjarak melainkan menggunakan teknik yang mengalir dan tanpa batasan jarak.

Dalampendekatan person-centered, orang didasarkan pada empatkeyakinan utama: 
1) orang yang dapat dipercaya, 
2) orang mempunyai sifat bawaan untuk bergerak menuju aktualisasi diri dan kesehatan, 
3) orangmemiliki sumber daya inti untuk mengubah mereka ke arah diri yang positif,dan 4) orang merespon untuk mereka dianggap unik dunia (duniafenomenologi). 

Aktualisasi diri dipandang sebagai pengalamankemanusiaan yanpaling berarti, sehingga dengan mengaktualisasikandirinya, manusia dapat menikmati segala aspek kehidupannya. Tingkahlaku manusidiorganisasika secara  keseluruha d sekitar   tendensi manusia berbuat sesuatu. Pola perilaku manusia ditentukan olehkemampuan untu membedakan antara respon yang efektif (menghasilkanrasa senang da respo yan tida efekti (menghasilka rasa  tidaksenang) 

Di  sampin it pad dasarny manusi it kooperatif, konstruktif,dapat  dipercaya,  memiliki  tendens dan  usaha mengaktualisasikadirinya,berprestasi, dapat    mempertahankadiriny sendiri mamp memilih tujua yan bena dala keadan beba dari  ancaman Sehingga individ dapa me “take  charge” kehidupannya, membuat keputusan,berbua baik, dan bertanggung jawab terhadap apa yang telahdiputuskannya. Pad sisi  lai Rogers  memandan manusi adalah sebagai makhluk sosial berkembang, rasional dan realistis. Manusiaadalah subje yan utuh aktif da unik.
Sumber
Corsini,. R.,J & Wedding,. D. (2011). Current Psychoterapist. Belmont: Brooks Cole CengageLearning.
Rogers,. C. (1961). On becoming a person: A therapist’s view of psychotherapy. London: Consta.
http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/pendekatan-person-centered.html


Humanistic Eksistensial


HUMANISTIC EKSISTENSIAL

Humanistic eksistensial adalah Sebuah pendekatan psikoterapi yang menekankan keunikan manusia, kualitas positif, dan potensi individu, dimana usaha yang dilakukan dalam membantu masalah tidak mungkin tanpa mengenal dengan baik tentang manusia itu sendiri.Teori humanistik dikembangkan oleh Maslow tahun 1908-1970 di Amerika Serikat. aslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
            Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
            Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

 Struktur Kepribadian

Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self.

1. Organisme
Pengertian organisme mencakup tiga hal:
mahkluk hidup
organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal
Realitas Subyektif
Oranisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.


Holisme
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.

2. Medan Fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
3. Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya  begitu bayi mulai belajar apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh, akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.

Diri dibagi atas 2 subsistem :
·Konsep diri yaitu penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman
 seseorang yang disadari oleh individual (meski tidak selalu akurat).
Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri.
Terjadinya kesenjangan antara akan menyebabkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi tidak sehat.

Konsep Utama Terapi Humanistik-Eksistensial

Kesadaran Diri

Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.

Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan

Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.

Penciptaan Makna

Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.

Tujuan-tujuan Terapeutik

Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak atas kemampuannya.

Fungsi dan Peran Terapis dalam Terapi Humanistik-Eksistensial

Terapis dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.

Prosedur dan Teknik Terapi

Menurut Baldwin (1987), inti dari terapi ini adalah penggunaan pribadi terapi

1. Kapasitas Untuk Sadar Akan Dirinya : Implikasi Konseling.

Meningkatkan kesadaran diri, yang mencakup kesadaran akan adanya alternative, motivasi, factor yang mempengaruhi seseorang dan tujuan hidup pribadi, merupakan sasaran dari semua konseling. Adalah tugas terapis untuk menunjukkan kepada klien bahwa peningkatan kesadaran memerlukan imbalan.

2.      Kebebasan dan Tanggung Jawab : Implikasi Konseling.

Terapis eksistensial terus-menerus mengarahkan fokus pada pertanggungjawaban klien atas situasi mereka. Mereka tidak membiarkan klien menyalahkan orang lain, menyalahkan kekuatan dari luar, ataupun menyalahkan bunda mengandug. Apabila klien tidak mau mengakui dan menerima pertanggungjawaban bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang menciptakan situasi yang ada, maka sedikit saja motivasi mereka untuk ikut terlibat dalam usaha perubahan pribadi (May & Yalom, 1989; Yalom 1980).

Terapis membantu klien dalam menemukan betapa mereka telah menghindari kebebasan dan membangkitkan semangat mereka untuk belajar mengambil resiko dengan menggunakan kebebasan itu. Kalau tidak berbuat seperti itu berarti klien tak mampu berjalan dan secara neurotik menjadi tergantung pada terapis.

Terapis perlu mengajarkan klien bahwa secara eksplisit mereka menerima fakta bahwa mereka memiliki pilihan, meskipun mereka mungkin selama hidupnya selalu berusaha untuk menghindarinya.

3 Usaha Untuk Mendapatkan Identitas dan Bisa Berhubungan Dengan Orang Lain : Implikasi Konseling.

Bagian dari langkah terapeutik terdiri dari tugasnya untuk menantang klien mereka untuk mau memulai meneliti cara dimana mereka telah kehilangan sentuhan identitas mereka, terutama dengan jalan membiarkan orang lain memolakan hidup bagi mereka. Proses terapi itu sendiri sering menakutkan bagi klien manakala mereka melihat kenyataan bahwa mereka telah menyerahkan kebebasan mereka kepada orang lain dan bahwa dalam hubungan terapi mereka terpaksa menerima kembali. Dengan jalan menolak untuk memberikan penyelesaian atau jawaban yang mudah maka terapis memaksa klien berkonfrontasi dengan realitas yang hanya mereka sendiri yang harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri.

4.  Pencarian Makna : Implikasi Konseling.

Berhubungan dengan konsep ketidakbermaknaan adalah apa yang oleh pratis eksistensial disebut sebagai kesalahan eksistensial. Ini adalah kondisi yang tumbuh dari perasaan ketidaksempurnaan atau kesadaran akan kenyataan bahwa orang ternyata tidak menjadi siapa dia seharusnya. Ini adalah kesadaran bahwa tindakan serta pilihan sesorang mengungkapkan kurang dari potensi sepenuhnya yang dimilikinya sebagai pribadi. Manakala orang mengabaikan potensi-potensi tertentu yang dimiliki, maka tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini. Beban kesalahan ini tidak dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala yang memerlukan penyembuhan. Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah menggalinya untk mengetahui apa yang bisa dipelajari klie tentang cara mereka menjalani kehidupan. Dan ini bisa digunakan untuk menantang kehadiran makna dan arah hidup.

5. Kecemasan Sebagai Kondisi Dalam Hidup : Implikasi Konseling.

Kecemasan merupakan materi dalam sesi terapi produktif. Kalau klien tidak mengalami kecemasan maka motivasi untuk mengalami perubahan menjadi rendah. Jadi, terapis yang berorientasi eksistensial dapat menolong klien mengenali bahwa belajar bagaimana bertenggang rasa dengan keragu-raguan dan ketidakpastian dan bagaimana caranya hidup tanpa ditopang bisa merupakan tahap yang perlu dialami daam perjalanan dari hidup yang serba tergantung kea lam kehidupan sebagai manusia yang lebih autonom.
 Terapis dan klien dapat menggali kemungkinan yang ada, yaitu bahwa melepaskan diri dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa disertai dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa berkurang pada saat klien mengalami hal-hal yang ebih memuaskan dengan cara-cara hidup yang lebih baru. Maakala klien menjadi lebih percaya diri maka kecemasan mereka sebagai akibat dari ramalan-ramalan akan datangnya bencana akan menjadi berkurang.

6.  Kesadaran Akan Maut dan Ketiadaan : Implikasi Konseling.

Latihan dapat memobilisasikan klien untuk secara sungguh-sungguh memantapkan waktu yang masih mereka miliki, dan ini bisa menggugah mereka untuk mau menerima kemungkinan bahwa mereka bisa menerima keberadaannya sebagai mayat hidup sebagai pengganti kehidupan yang lebih bermakna.

Tahap-tahap Pelaksanaan Terapi Humanistik Eksistensial

Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa teknik dan konsep psikoanalitik dan juga bisa menggunakan teknik kognitif-behavioral. Metode ini berasal dari Gestalt dan analisis transaksional. Terdapat tiga tahap yang dapat dilakukan oleh terapis dalam terapi humaniatik eksistesial, antara lain :

Tahap pendahuluan
Konselor mambantu klien dalam mengidentifikasi dan mnegklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercemin pada eksistensial mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.

Tahap pertengahan
Klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dan sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.

Tahap akhir
Berfokus untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaan kebebasan pribadinya.

Kekurangan dan Kelebihan Terapi Humanistik-Ekstensial

Kelebihan
1.    Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri.
2.    Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri
3.    Memanusiakan manusia
4.  Bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomena sosial.
5.  Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa




Kelemahan
1.    Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal
2.    Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas
3.  Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan oleh klien sendiri)
4.    Memakan waktu lama.