Minggu, 22 Maret 2015

Person Centered Therapy


PERSON CENTERED THERAPY (CARL ROGERS)

Carl Roger merupakan tokoh Teori Kepribadian Humanistik, Ia Lahir di Illinois (1902 – 1988) Ia adalah salah seorang peletak dasar dari gerakan potensi manusia, yang menekankan perkembangan pribadi melalui latihan sensitivitas, kelompok pertemuan, dan latihan lainnya yang ditujukan untuk membantu orang agar memiliki pribadi yang sehat. sejak kecil Ia menerima penanaman yang ketat mengenai kerja keras dan nilai agama Protestan. 

Kelak kedua hal ini mewarnai teori-teorinya. Setelah mempelajari teologi, ia masuk Teacher’s College di Columbia Uni, dimana banyak tokoh psikologi mengajar. Di Columbia Uni ia meraih gelar Ph.D. Rogers bekerja sebagai psikoterapis dan dari profesinya inilah ia mengembangkan teori Humanistiknya. Dalam konteks terapi, ia menemukan dan mengembangkan teknik terapi yang dikenal sebagai Client-centered Therapy.

Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan tanggung jawab proses terapi pada client, bukan terapis yang memiliki otoritas. Client diposisikan untuk memiliki kesnggupan-kesangguapan dalam membuat keputusan.

Dengan pandangan dasarnya tentang manusia tersebut, Rogers membagi teori kepribadiannya ke dalam 4 bagian yang paling utama, yaitu :

1.        Teori Diri (Self-Theory)

Rogers dalam hal ini percaya bahwa pada hakikatnya manusia berada dalam sebuah dunia yang tidak pernah berubah di mana sesungguhnya, dialah yang menjadi pusat dari kesemuanya itu. Rogers percaya bahwa diri(self) bukan merupakan sebuah struktur yang tetap, tetapi merupakan struktur yang berada dalam suatu proses, memiliki kemampuan baik untuk keadaan yang stabil maupun perubahan. Diri (self) sendiri terbagi ke dalam alam sadar(conscious) dan alam tak sadar (unconscious).

Rogers juga menyebut nama organisme,untuk semua pengalaman-pengalaman psikologis. Secara lebih jelasnya, organisme adalah medan fenomenal yang hanya dapat diketahui oleh individu itu sendiri. Pengalaman fenomenal itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu pengalaman sadar (dilambangkan) dan pengalaman tak sadar (tidak dilambangkan).

2.        Kejadian dan Pengalaman yang bernilai

Person-centered therapy didasarkan pada kepercayaan bahwa diri memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya sendirian. Person-centered therapy mengutamakan pemahaman atas pengalaman-pengalaman pribadi yang dialami oleh individu. Merasakan pengalaman (memahami) merupakan cara yang akurat untuk memahami diri sendiri dan lingkungannya.

3.        Potensi untuk tumbuh dan belajar

Rogers percaya bahwa kecenderungan aktualisasi dan perkembangan diri melekat sangat kuat dalam diri setiap manusia. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Hanya saja, yang terkadang menjadi masalah adalah orang-orang tersebut kurang paham mengenai kelebihan, kekurangan, dan potensi yang dimilikinya itu.

4.        Kondisi-kondisi yang berharga

Pada dasarnya, manusia memiliki kecenderungan untuk mengarahkan dan mempertinggi dirinya sendiri. Sehingga manusia merasa memerlukan dua hal utama, yaitu penghargaan positif dan penghargaan diri.
Secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa person-centered therapy memandang individu itu ada dari kebermaknaannya pada diri sendiri, orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Individu bisa dikatakan ada karena sumbangan yang diberikannya pada baik diri sendiri, orang lain, serta lingkungannya.

Konstruk Kepribadian Menurut Carl Rogers

1       Organisme

Organisme yaitu makhluk fisik (physical Creature) dengan semua fungsi-fungsinya, baik fisik maupun psikis, organisme ini merupakan locus (tempat) semua pengalaman, dan pengalaman ini merupakan persepsi seseorang tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri sendiri, dan juga di dunia luar (external world). Totalitas pengalaman, baik yang disadari maupun tidak, membangun medan fenomenal (phenomenal field).

2.      Self

Self merupakan konstruk utama dalam Teori Kepribadian Rogers, yang saat ini dikenal dengan Self Concept (konsep diri), Roger mengartikannya sebagai presepsi tentang karakteristik “I” atau “me” dengan orang lain atau berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai yang terkait dengan persepsi tersebut. Diartikan juga sebagai keyakinan “keyakinan tentang kenyataan, keunikan dan kualitas tingkah laku diri sendiri”. Konsep diri merupakan gambaran mental tentang diri sendiri, seperti “Saya cantik” dan “Saya seorang pelajar yang rajin”.

Hubungan antara self concept dengan organisme (actual experience) terjadi dalam dua kemungkinan, yaitu “Congruance” atau “Incongruance”. 

Kedua kemungkinan hubungan ini menentukan perkembangan kematangan penyesuaian (adjustment) dan kesehatan mental (mental health) seseorang. Sebagaimana ahli Humanistik umumnya, Rogers mendasarkan teori dinamika kepribadian pada konsep aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan dan sudah menjadi ciri seluruh manusia. Aktualisasi diri yang mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan ciri unik manusia seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain.

Hakikat Manusia Menurut Roger

1.      Hakikat Dasar Manusia

·      Manusia pada dasarnya baik dan penuh dengan kepositifan
·      Manusia mempunyai kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengontrol dirinya sendiri
·      Manusia pada dasarnya aktif, bukan pasif
·     Setiap individu dlm dirinya terdapat motor penggerak : terbuka pd pengalaman diri, percaya pada
        diri sendiri
·      Manusia berkembang menuju aktualisasi diri

2.      Pribadi yang sehat

·         Mempercayai diri sendiri
·         Terbuka terhadap pengalaman
·         Evaluasi kriteria internal
·         Kemauan untuk menjalani proses
·         Adanya keselarasan atau kongruensi antara organisme, ideal self, dan self concept

3.      Pribadi yang tidak sehat

·         Pribadi tidak sehat adalah pribadi yang inkongruensi atau tidak kongruen antara ideal self, self
           concept, dan organism
·         Kesenjangan antara ideal self dan self concept, jika hal ini terjadi akan menimbulkan khayalan
           tinggi
·         Kesenjangan antara self concept dan organisme, sehingga dapat menimbulkan perasaan rendah
           diri (minder)
·          Tidak mampu mempersepsi dirinya, orang lain, dan berbagai peristiwa yang terjadi di
          lingkungannya secara objektif
·         Tidak terbuka terhadap semua pengalaman yang mengancam konsep dirinya,
·         Tidak mampu menggunakan semua pengalaman
·         Tidak mampu mengembangkan dirinya kearah aktualisasi diri

Perkembangan Pendekatan Terhadap Terapi

Pendekatan Rogers terhadap terapi dan model kepribadian sehat yang dihasilkan,memberikan suatu gambaran tentang kodrat manusia yang disanjung-sanjung dan optimis. Tema pokoknya adalah seseorang harus bersandar pada pengalamanya sendiri tentang dunia karena hanya itulah kenyataan yang diketahui oleh seorang individu.

Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan yang akan dilakukan oleh klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya.

Perkembangan pendekatan client-centered disertai peralihan dari penekanan pada teknik terapi kepada penekanan pada kepribadian, keyakinan dan sikap ahli terapi, serta pada hubungan terapeutik.

Hart (1970) membagi perkembangan teori Rogers ke dalam tiga periode :

1. Psikoterapi non-direktif (1940-1950)

Psikoterapi non-direktif dikembangkan pada tahun 1940-an sebagai reaksi melawan konseling psikoanalisis. DalamPsikoterapi ini, peran therapist hanya menunjukkan kondisi permisif penerimaan (tidak banyak teknik yang digunakan). 

Pendekatan ini menekankan pada penciptaan iklim permisif dan non-interventif.Pada periode ini, ahli terapi secara nyata menghindarkan diri dari interaksi dengan klien.Ahli terapi berfungsi sebagai penjernih, tetapi tidak menampilkan kepribadiannya sendiri. Saat ini, terapi client-centered mengandalkan dorongan pertumbuhan bawaan klien, dimana klien akan mencapai pemahaman atas dirinya dan situasi kehidupannya.

2. Client Centered (1950-1961)

Psikoterapi ini berkembang pada tahun 1950an. Psikoterapiini menaruh kepercayaan dan meminta tanggungjawab yang lebih besar kepada terapist dalam menangani permasalahan (berpusat pada konseli). merefleksikan perasaan klien, bekerjasama menyelaraskan self, 

Pada periode ini, terapi beralih dari penekanan pada kognitif kepada klarifikasi, yang mengarah pada pemahaman. Ahli terapi terutama merefleksikan perasan-perasaan klien dan menghindari ancaman dalam hubungan dengan kliennya.Peran ahli terapi dirumuskan ulang, penekanan diperbesar pada tanggapan ahli terapi pada perasaan pasien.Ahli terapi merefleksikan perasaan yang semata-mata menjelaskan komentar-komentar klien.

Untuk menunjang reorganisasi konsep diri klien, ahli terapi bertugas menghilangkan sumber ancaman dari hubungan terapeutik dan berfungsi sebagai cermin sehingga klien dapat memahami dunianya sendiri dengan lebih baik, dan mampu mengembangkan keselarasan antara konsep dirinya saat ini dengan konsep diri yang ideal.Sekalipun demikian, ahli terapi sebagai pribadi tetap tidak ditampakkan.Teknik utama: refleksi.

3. Person Centered (1961- sekarang)

Psikoterapi ini berkembang pada tahun 1960an, psikoterapi ini menekankan bahwa prinsip terapi ini tidak hanya diterapakan dalam proses terapi tetapi prinsip-prinsip terapi ini dapat diterapkan di berbagai setting seperti dalam masyarakat. Titik berat : meningkatkan keterlibatan hubungan personal dengan klien, terapist lebih aktif & terbuka, lebih memperhatikan pengaruh lingkungan.Terapist lebih mengutamakan sikapnya daripada pengetahuan dan penguasaan teknik teknik terapi konseling.

Terapi person-centered menitikberatkan kondisi-kondisi tertentu yang “diperlukan dan memadai” bagi kelangsungan perubahan kperibadian. Periode ini memperkenalkan unsure-unsur penting dari sikap-sikap terapis, yakni keselarasan, pandangan dan penerimaan positif, dan pengertian yang empatik sebagai prasyarat bagi terapi yang efektif. Kemudian, focus dialihkan dari refleksi terapis atas perasaan-perasaan klien kpeada tindakan terapis mengungkapkan perasaan-perasaan langsungnya sendiri dalam hubungan dengan klien. 

Rumusan yang mutakhir memberikan tempat pada lingkup yang lebih luas dan keluwesan yang lebih besar dari tingkah laku terapis, mencakup pengungkapan-pengungkapan atau pendapat-pendapat, perasaan-perasaan dan sebagainya yang pada periode sebelumnya tidak diharapkan muncul.

Latar Belakang Person-Centered

Model terapi berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Terapi person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap terapi psychoanalytic. Didasarkan pada pandangan subjektif terhadap pengalaman manusia, menekankan sumber daya terapi untuk menjadi sadar diri self-aware dan untuk pemecahan hambatan ke pertumbuhan pribadi. 

Model ini meletakkan klien, bukan terapi, sebagai pusat terapi. Falsafah dan Asumsi Dasar Model ini berdasarkan pada pandangan positif tentang manusia yang melihat orang memiliki sifat bawaan berjuang keras ke arah menjadi untuk berfungsi secara penuh (becoming fully functioning). Asumsi dasarnya adalah: dalam konteks suatu hubungan pribadi dengan kepedulian terapist, klien mengalami perasaan yang sebelumnya ditolak atau disimpangkan dan peningkatan self-awareness.

Konsep-konsep dasar Terapi Person-Centered

1.  Menekankan pada dorongan dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu yang berkembang
     untuk hidup sehat dan menyesuaikan diri.
2.  Menekankan pada unsur atau aspek emosional dan tidak pada aspek intelektual.
3.  Menekankan pada situasi yang langsung dihadapi individu, dan tidak pada masa lampau.
4.  Menekankan pada hubungan terapeutik sebagai pengalaman dalam perkembangan individu yang
     bersangkutan.
5.  Konsep dasar pandangan tentang manusia
6.  Pandangan person centered tentang sifat manusia konsep tentang kecenderungan-kecenderungan
      negatif dasar. 


Tujuan Terapi Person-Centered

Tujuan psikoterapi adalah menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan terapi sedemikian sehingga terapist, dengan menggunakan hubungan terapii untuk person-centered, dapat menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.

 Terapi cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi.

 Terapi ini diharapakan mampu meningkatan harga diri dan keterbukaan yang lebih besar untuk menangani masalah. Beberapa perubahan terkait bahwa bentuk terapi berusaha untuk mendorong pada klien termasuk kesepakatan yang lebih erat antara diri klien ideal dan aktual, lebih baik pemahaman diri; tingkat lebih rendah dari pembelaan diri, rasa bersalah, dan ketidakamanan; hubungan yang lebih positif dan nyaman dengan orang lain, dan peningkatan kapasitas untuk mengalami dan mengekspresikan perasaan pada saat itu terjadi.

Tujuan umum :

§ Meningkatkan derajat independensi (kemandirian) dan integrasi yang mengarah pada aktualisasi diri,

Tujuan khusus meliputi:

§Memberi kesempatan dan kebebasan pada individu untuk mengkspresikan perasaaan –perasaannya, berkembang dan terealisasi potensinya.

§ Membanntu individu untuk makin mampu berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dengan lingkungannya dan bukan pada penyembuhan tingkah laku itu sendiri.

§ Membantu individu dalam perubahan dan pertumbuhan.

Peran dan Fungsi Terapist pada pendekatan Person Centered

Peran Terapist pada proses terapi adalah :

  • Terapis  tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan terapi tetapi itu dilakukan oleh klien sendiri.
  •  Terapis merefleksikan perasaan-perasaan klien sedangkan arah pembicaraan ditentukan oleh klien.
  • Terapis menerima individu dengan sepenuhnya dalam keadaan atau kenyataan yang bagaimanapun.
  •   Terapis memberi kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.


Fungsi Terapis pada proses Terapi adalah :

Secara garis besar terapist berfungsi sebagai instrument untuk membantu klien terhadap terciptanya perubahan perilaku. Adapun sikap terapist sebagai instrument dalam proses terapi meliputi kongruen/genuine/otentik, penghargaan tanpa syarat (uncounditional positif regard), dan pemahaman secara empati (empathic understanding)

 Kelebihan pendekatan Person-Centered

1.      Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis.
2.      Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
3.      Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
4.      Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
5.      Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi.
6.      Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis.
7.      Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan
        masalahnya.
8.      Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan
         dan tidak dijustifikasi.

Kekurangan Pekdekatan Person Centered

1.      Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana
2.      Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan
3.     Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit
         untuk menilai individu.
4.      Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil
         tanggungjawabnya.
5.      Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
6.     Tetapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan
         bercerita saja tidaklah cukup.
7.      Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah.
8.      Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya.


 SUMBER:


 http://janokogalls.blogspot.com/2011/12/person-centered-by-carl-roger.html

http://windadwifirlyana.blogspot.com/2013/03/person-centered-therapy-carl-rogers.html

Terapi Eksistensial Humanistik


TERAPI EKSISTENSIAL HUMANISTIK

Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan.

Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasiterapi. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.

Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.


Konsep Dasar Tentang Manusia

Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia.
Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.

Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:

a. Kesadaran Diri

Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.

b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan

Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.

c. Penciptaan Makna

Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.


Proses Konseling atau proses terapeutik

Ada tiga tahap proses konseling yaitu

  •           Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia.


Konseli diajak untuk mendefinisikan dan menayakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesalahannya. Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu awalnya mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri.

  • 2.      Konseli didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka.


Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa konseli ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal mereka.

  • 3.      Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri.


Sasaran terapi adalah memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara pengaplikasikan nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani konsistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.


           Kelebihan Terapi Humanistik-Eksistensial

1.      Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri;
2.      Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri;
3.      Memanusiakan manusia.

          Kelemahan Terapi Humanistik-Eksistensial

1.      Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal;
2.      Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas;
3.     Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan
         ditentukan oleh klien sendiri);
4.      Memakan waktu lama.


Sumber :

Corey, G. (1995). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Semarang : PT IKIP Semarang Press

Semiun,Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Kanisius


https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=20&cad=rja&uact=8&ved=0CFkQFjAJOAo&url=http%3A%2F%2Fidolakonseling.weebly.com%2Fuploads%2F1%2F1%2F2%2F5%2F11253075%2Fteori_eksistensial-humanistik.pdf&ei=t80OVa7XGM6OuASG5IGwBg&usg=AFQjCNEFrbtgI-tnR-2PJvCldU3xMriShg

Terapi Psikoanalisis

TERAPI PSIKOANALISIS
(FREUD)



*     Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia dan metode psikoterapi

*     Secara historis → aliran pertama dari 3 aliran utama psikologi

*     Sumbangan utama psikoanalisis :


1.      kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia bias diterapkan pada perbedaan penderitaan manusia
2.      tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh factor tak sadar
3.      perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yg kuat thd kepribadian dimasa dewasa
4.      teori psikpanalisis menyediakan kerangka kerja yg berharga untuk memahami cara-cara yg di use oleh individu dalam mengatasi kecemasan
5.      terapi psikoanalisis telah memberikan cara2 mencari keterangan dari ketidaksadaran melalui analisis atas mimpi2

*     Konsep2 utama terapi psikoanalisis
1.      struktur kepribadian
·        id
·        ego
·        super ego
2.      pandangan ttg sifat manusia
·        pandangan freud ttg sifat manusia pd dasarnya pesimistik, deterministic, mekanistik dan reduksionistik
3.      kesadaran & ketidaksadaran
·        konsep ketaksadaran
Ø  mimpi2 → merupakan representative simbolik dari kebutuhan2, hasrat2  konflik
Ø  salah ucap / lupa → thd nama yg dikenal
Ø  sugesti pascahipnotik
Ø  bahan2 yg berasal dari teknik2 asosiasi bebas
Ø  bahan2 yg berasal dari teknik proyektif
4.      Kecemasan
·        Adalah suatu keadaan yg memotifasi kita untuk berbuat sesuatu
Fungsi → memperingatkan adanya ancaman bahaya


·        3 macam kecemasan
Ø  Kecemasan realistis
Ø  Kecemasan neurotic
Ø  Kecemasan moral

*     Tujuan terapi Psikoanalisis
·        Membentuk kembali struktur karakter individu dg jalan membuat kesadaran yg tak disadari didalam diri klien
·        Focus pd uapaya mengalami kembali pengalaman masa anak2

*     Fungsi & peran Terapis
·        Terapis / analis membiarkan dirinya anonym serta hny berbagi sedikit perasaan & pengalaman shg klien memproyeksikan dirinya kepada teapis / analis
·        Peran terapis
Ø  Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hub personal dlm menangani kecemasan secara realistis
Ø  Membangun hub kerja dg klien, dg byk mendengar & menafsirkan
Ø  Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan2 klien
Ø  Mendengarkan kesenjangan2 & pertentangan2 pd cerita klien

*     Pengalaman klien dlm terapi
·        Bersedia melibatkan diri kedalam proses terapi yg intensif & berjangka panjang
·        Mengembangkan hub dg analis / terapis
·        Mengalami krisis treatment
·        Memperoleh pemahamn atas masa lampau klien yg tak disadari
·        Mengembangkan resistensi2 untuk belajar lbh byk ttg diri sendiri
·        Mengembangkan suatu hub transferensi yg tersingkap
·        Memperdalam terapi
·        Menangani resistensi2 & masalah yg terungkap
·        Mengakhiri terapi

*     Hub terapis & klien
·        Hub dikonseptualkan dalam proses tranferensi yg menjadi inti Terapi Psikoanalisis
·        Transferensi mendorong klien untuk mengalamatkan pd terapis “ urusan yg belum selesai” yg terdapat dalam hub klien dimasa lalu dg org yg berpengaruh
·        Sejumlah perasaan klien timbul dari konflik2 seperti percaya lawan tak percaya, cinta lawan benci
·        Transferensi terjadi pada saat klien membangkitkan kembali konflik masa dininya yg menyangkut cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan & dendamnya
·        Jika analis mengembangkan pandangan yg tidak selaras yg berasal dari konflik2 sendiri, mk akan terjadi kontra transferensi
Ø  Bentuk kontratransferensi
→ perasaan tdk suka / keterikatan & keterlibatan yg berlebihan
Ø  Kontratransferensi dapat mengganngu kemajuan terapi

*     Teknik dasar Terapi Psikoanalisis
1.      Asosiasi bebas
→ adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman2 masa lalu & pelepasan emosi2 yg berkaitan dg situasi2 traumatik di masa lalu
2.      Penafsiran
→ Adalah suatu prosedur dalam menganalisa asosiasi2 bebas, mimpi2, resistensi2 dan transferensi
* bentuk nya = tindakan analis yg menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna2 t.l
3.      Analisis Mimpi
→ Suatu prosedur yg penting untuk menyingkap bahan2 yg tidak disadari dan memberikan kpd klien atas beberapa area masalah yg tak terselesaikan
4.      Analisis dan Penafsiran Resistensi
→ Ditujukan untuk membantu klien agar menyadari alasan2 yg ada dibalik resistensi shg dia bias menanganinya
5.      Analisis & Penafsiran Transferensi
→ Adalah teknik utama dalam Psikoanalisis krn mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lalu nya dalam terapi


Sumber 

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBwQFjAA&url=http%3A%2F%2Findryawati.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F21332%2FTERAPI%2BPSIKOANALISIS.doc&ei=gtEOVfHDNciJuASm7YKYAw&usg=AFQjCNFJYpptYROuX2NWH2pMhKln9FU0Ww



Perbedaan Psikoterapi/ Konseling, Mental Illnes, Bentuk Terapi


    Perbedaan Antara Psikoterapi dan Konseling

Menurut Mappiare (2008, hal: 159), perbedaan antara psikoterapi dan konseling adalah sebagai berikut;

Konseling dan psikoterapi dapat dipandang berbeda lingkup pengertian antara keduanya. istilah "psikoterapi" mengandung arti ganda. Pada satu segi, ia menunjuk pada sesuatu yang jelas, yaitu satu bentuk terapi psikologis. Tetapi pada  lain segi, ia menunjuk pada sekelompok terapi psikologis, yaitu suatu rentangan wawasan luas tempat hipnotis pada satu titik dan konseling pada titik lainnya. Dengan demikian, konseling merupakan salah-satu bentuk psikoterapi.

Konseling lebih berfokus pada konseren, ikhwal, maslah, pengembangan-pendidikan-pencegahan. Sedangkan psikoterapi lebih memfokus pada konseren atau masalah penyembuhan-penyesuaian-pengobatan.

Konseling dijalankan atas dasar (dijiwai oleh) falsafah atau pandangan terhadap manusia, sedangkan psikoterapi dijalankan berdasarkan ilmu atau teori kepribadian dan psikopatologi;

Konseling dan psikoterapi berbeda tujuan dan cara mencapai tujuan masing-masing.

Menurut Sholeh (2008, hal:55), perbedaan antara psikoterapi dan konseling adalah sebagai berikut;

  1. ·         Dilihat dari ruang lingkup; konseling merupakan bagian dari program bimbingan konseling sedangkan psikoterapi ruang lingkupnya berada di luar bimbingan.

  • ·         Dilihat dari kedalaman; konseling merupakan pencanaan yang rasional, pemecahan masalah berhubungan dengan pemahaman diri dan lingkungan sedangkan psikoterapi memberikan perubahan mendasar dari kepribadian.

  • ·         Dilihat dari subyek atau sasaran; pada konseling subjeknya adalah individu yang normal dan lebih menekankan individu atau kelompok kecil sedangkan pada psikoterapi subjeknya adalah yang mengalami disintegrasi kepribadian dan lebih mengutamakan individu.

  • ·         Dilihat dari Orientasi atau pendekatan; konseling lebih menekankan kesinian dan kekinian sedangkan psikoterapi lebih menekankan masa lampau, simbolik dan mengaktifkan kembali alam ketidaksadaran.

  • ·         Dilihat dari setting; tempat yang dibutuhkan untuk melakukan konseling itu bisa di sekolah, universitas, lembaga layanan masyarakat, organisasi kemasyarakatan sedangkan psikoterapi setting atau tempatnya di klinik, rumah sakit dan praktik pribadi.

  • ·         Dilihat dari waktu; waktu yang diperlukan untuk konseling relaif terbatas sedangkan psikoterapi waktunya relatif lama (berhari-hari, minggu, bulan atau mungkin tahunan)

  • ·         Dilihat dari tujuan; konseling bertujuan untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan sedangkan psikoterapi bertujuan untuk mengatasi konflik-konflik dalam diri seseorang.


Pendekatan Psikoterapi Terhadap Mental Illnes

Menurut J.P. Chaplin ada beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental illness, diantaranya:

  1. 1.      Biological, meliputi keadaan mental organik, penyakit efektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.

  1. 2.      Psychological, meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketikmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.

  1. 3.      Sosiological, meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatangbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
  1. 4.      Philosophic, meliputi kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghargai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga ada istilah keharusan atau pemaksaan.



Bentuk-Bentuk Utama Dari Terapi

1)      Terapi Supportive: suatu bentuk alernatif yang mempunyai tujuan untuk menolong pasien beradaptasi dengan baik terhadap suatu masalah yang dihadapi dan tidak mendapatkan suatu kenyamanan hidup terhadap gangguan fisiknya

2)      Terapi Reeductive: membangitkan pengertian pada penderita tentang konflik-konflik jiwa yang dikandungnya yang terutama terletak dalam alam sadarnya. Terapi ini lebih banyak menempatkan konflik-konflik alam sadar dengan usaha berencana untuk menyesuaikan diri kembali, memodifikasi tujuan dan membangkitkan serta mempergunakan potensi-potensi kreatif yang ada.

3)      Terapi Reconstuctive: menyelami alam tak sadar melalui teknik seperti asosiasi bebas, interpretasi mimpi, analisa daripada transfesi atau lebih mudah dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian seseorang.


Sumber:
Singgih D, Gunarsa. 2007. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Mappiare, Andi. 2008. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta:  PT RajaGrafindo Persada
Sholeh, Moh. 2008. Bertobat Sambil Berobat. Jakarta: PT Mizan Publika